Sementara Beka Ulung Hapsara dalam paparannya menyampaikan, kehadiran Komnas HAM sebagai komisi peradilan tertua di Indonesia, dilatar belakangi maraknya pelanggaran HAM di era tahun 90-an dimana mekanisme penyelesaiannya pada saat itu belum terbentuk.
"Tahun 90-an banyak sekali peristiwa peristiwa pelanggaran HAM atau dugaan pelanggaran HAM yang belum punya mekanisme penyelesaian. Termasuk juga karena desakan dari dunia internasional karena bagaimanapun juga Indonesia kan tidak bisa dilepaskan dari soal diplomasi internasional. Latar belakang tersebut, menginisiasi dibentuknya Komnas HAM di tahun 1993," kata Beka.
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
Beka menyebutkan juga, bila dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, penyelesaian sengketa HAM di Indonesia jauh lebih maju. Hal ini menurut Beka disebabkan beberapa faktor, diantaranya karena Indonesia memiliki mekanisme penyelesaian sengketa HAM yang lebih tertata.
"Kehadiran Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak dan yang lainnya, tentu membantu mekanisme penyelesaian sengketa HAM lebih tertata," katanya.
Selanjutnya, kata Beka, adalah soal peraturan perundang-undangan. Disebutkan, Indonesia merupakan gudang dari konstitusi dan undang-undang.
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
"Dasar alinea pertama UUD 1945, kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Jika kita bicara soal hak asasi manusia, kemerdekaan itu adalah rohnya. Jadi sudah sangat jelas dalam konstitusi, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Inilah bukti bahwa Indonesia lebih maju soal HAM," kata Beka.
Usai paparan, Komnas HAM juga menggelar sesi tanya jawab bersama para peserta.
Turut hadir dalam sosialisasi itu, Kapolres Dairi AKBP Wahyudi Rahman, Dandim 0206/Dairi Letkol Arh. Ridwan Budi Sulistyawan, Ketua PN Sidikalang Monita Honeisty Sitorus, para pimpinan OPD, Camat serta beberapa Kepala Desa. [gbe]