KaringNews.id | Ulos dikenal sebagai kain adat masyarakat Batak, yang biasanya dikalungkan pada seseorang sebagai bentuk sambutan hangat. Lalu, seperti apa jadinya jika motif ulos tampil sebagai pola sebuah gedung?
Tampilan motif ulos sebagai pola gedung terlihat pada bangunan perkantoran di kawasan Mega Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan.
Baca Juga:
Inilah 3 Putra Berdarah Batak Toba yang Jabat Kapolda di Tahun 2024
Gedung itu adalah Menara Sopo Del, milik Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang berkonsep bangunan multifungsi.
Pembangunan gedung ini dilaksanakan PT Toba Pengembang Sejahtera. Pada gedung ini terdapat dua tower, masing-masing memiliki ketinggian 41 lantai dan 23 lantai.
Gedung kantor premium ini mengusung konsep adat dan budaya yang kental, yakni mengangkat sentuhan budaya nusantara Tapanuli, khususnya Batak Toba.
Baca Juga:
Berapa Jumlah Suku Batak? Ini Penjelasan Beserta Penyebaran Wilayah Penuturnya
Gedung ini juga pernah berhasil meraih beberapa penghargaan, di antaranya Best Office Development dan Best Office Architectural Design pada tahun 2016 silam.
Tentunya penghargaan ini semakin menjadi nilai plus bagi gedung setelah berhasil memberikan sejumlah hal menarik dan berbeda dibanding gedung lainnya.
Mulai dari desain arsitekturnya, struktur bangunan, lokasi, hingga ke fasilitas semuanya diperhatikan secara matang. Budaya lokal indonesia benar-benar dikedepankan melalui konsep gedung yang bernuansa budaya Batak Toba.
Hal ini terlihat pada local art concept yang diterapkan pada bagian mahkota diatas gedung, serta fasad dan kanopi yang memanfaatkan pola kain Batak Toba, yaitu Ulos.
Tradisi dan budaya Indonesia tak hanya kaya, tetapi juga sangat menginspirasi. Kekayaan itu telah melahirkan beragam karya seni, termasuk seni rancang bangun dan arsitektur gedung.
Inspirasi Budaya Batak
Fusi antara tradisi, seni, dan arsitektur seperti itu salah satunya coba diwujudkan lewat gedung perkantoran unik berkonsep mixed use building Sopo Del, yang berdiri di atas lahan seluas 1,7 hektar di kawasan elite Mega Kuningan, Jakarta, dan terdiri atas dua menara, A dan B.
Sopo Del memang sejak awal dibangun dengan inspirasi budaya Batak Toba di Sumatera Utara. Kata ”Sopo” punya arti khusus, sebagai tempat luas untuk orang berkumpul, sementara kata ”Del” berasal dari bahasa Ibrani, memiliki arti ”selangkah lebih maju”.
Dua kata itu kurang lebih kemudian diartikan sebagai sebuah tempat berkumpul yang luas bagi para pembuat perubahan. Tidak hanya itu, beberapa ruang pertemuan dan lobi juga dinamai sesuai penamaan Batak Toba.
Direktur Operasional PT Toba Pengembang Sejahtera Surya Wijaya, beberapa waktu lalu mengatakan ada setidaknya tiga ruang pertemuan, ruang pusat bisnis, dan juga area lobi yang menggunakan istilah dalam bahasa Batak Toba.
Beberapa seperti Ruang Tahuluk yang berarti peci, tengkuluk, atau juga berarti anjing atau kuda berbadan putih dan berkepala hitam atau sebaliknya.
Juga ada Ruang Sortali yang berarti ikat kepala pengantin wanita, serta beberapa ruang lain yang dinamai sesuai hari baik macam Artia, Anggara, Ringkar, Sikkora, atau hari kepunyaan raja yang juga disebut Samisara.
Sementara beberapa lobi gedung juga dinamai menggunakan nama-nama arah mata angin, yang juga dalam bahasa Batak Toba, seperti lobi Irrisana yang berarti timur laut, lobi Anggoni yang berarti tenggara, dan lobi Dangsina yang berarti selatan.
Secara fisik bentuk arsitektur bangunan Menara A juga terinspirasi kain ulos khas Batak, dengan bagian mahkota atau puncak gedung yang juga terinspirasi puncak atau atap rumah adat Batak Toba.
Menara A memiliki luas 91.000 meter persegi, yang terdiri dari tiga tingkat bagian ground floor, enam tingkat area parkir, dan tiga zona perkantoran dengan total terdiri atas 33 lantai.
Sementara itu, di beberapa tempat juga ditempatkan dan dipajang sejumlah seni instalasi berbahan perunggu karya seniman perupa Teguh Ostentrik.
Filosofi Masyarakat Batak
Di dinding lobi utama Menara A menghadap area pintu masuk, Teguh menempatkan lima instalasi perunggu berbentuk kain-kain ulos, yang seolah terbang melayang di udara.
Satu karya seni instalasi lain dipajang dan ditempatkan di area taman dekat lobi Anggoni, juga terinspirasi dari kain ulos.
Menurut Teguh, ulos merepresentasikan secara tepat filosofi masyarakat Batak yang hangat dan memuliakan para tamu.
”Sepanjang hidup saya kerap berhubungan dengan orang-orang dari suku Batak. Mereka yang saya tahu punya hati lembut walau ucapannya sering terdengar kasar."
"Mereka juga selalu berupaya merangkul orang dari suku lain, yang disimbolkan lewat prosesi pengulosan. Makanya saya lantas membuat patung yang menyimbolkan pelukan ulos,” ujar Teguh.
Karya instalasi lain yang dibuat Teguh berbentuk lima kain ulos, yang dibuat dari bahan perunggu.
Kelima karya instalasi berbentuk lima kain ulos yang berkibar seolah diterbangkan angin itu dipajang di dinding lobi utama Menara A.
”Angka lima itu adalah angka yang sakral. Ada pula yang menyebut karya saya itu melambangkan kelima sila dasar negara kita, Pancasila,” ujar Teguh.
Selain rancangan arsitektur gedung dan karya-karya seni instalasi yang dipajang, beberapa bagian di area gedung Sopo Del juga merepresentasi sekaligus terinspirasi adat dan budaya batak Toba.
Hal itu tampak dari pilihan warna tanah, yang dominan di bagian dalam gedung. Selain itu, di bagian dalam, sejumlah ukiran bisa dengan mudah ditemukan, baik di beberapa sudut dinding maupun langit-langit ruangan.
Motif ukiran-ukiran tersebut memiliki pola yang sama dengan motif ukiran khas dari Sumatera Utara.
Sementara pada bagian fasad yang ada di eksterior gedung, kata Surya, bisa membentuk pola bayangan yang mirip dengan motif pada kain ulos saat ditimpa sinar matahari pada kondisi dan sudut datang cahaya tertentu.
Hal itu diyakini bakal menjadi kelebihan tersendiri yang juga lumayan menghibur.
Ramah Lingkungan
Kelebihan lain yang dimiliki Sopo Del adalah proses pembangunannya sejak awal mengikuti kaidah ramah lingkungan, termasuk pengadaan mekanisme pengolahan limbah dan air, salah satunya dengan membangun sekitar 43 sumur resapan.
Selain itu, juga pembuatan bak-bak penampungan air hujan, yang airnya akan dimanfaatkan lagi untuk keperluan seperti toilet.
Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan selaku pemilik gedung perkantoran tersebut mengatakan, gedung itu adalah gedung pertama dan satu-satunya di Indonesia yang mengantongi sertifikasi Double Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI).
”Memang akhirnya biaya pembangunan jadi lebih mahal, tetapi it’s okelah. Bikin sekalian saja yang paling bagus,” ujarnya.[zbr]