WahanaNews-Karing | Sidang lanjutan sengketa informasi publik antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan warga Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, kembali dilaksanakan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Dalam perkara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) mengajukan diri sebagai Amicus Curiae (sahabat Peradilan), sebagaimana surat tertanggal 15 Juni 2022.
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
Hal itu dikatakan Judianto Simanjuntak dari tim hukum Sekretariat Bersama Tolak Tambang, selaku kuasa hukum Serly Siahaan, perwakilan warga Kabupaten Dairi, dalam keterangan pers tertulis diterima WahanaNews.co.
Dijelaskan, persidangan perkara dimaksud telah berlangsung selama enam kali sejak April 2022. Sidang pembuktian terakhir, Kamis 16 Juni 2022.
Dalam persidangan itu, pihak Kementerian ESDM melalui kuasa hukumnya menyampaikan kepada majelis hakim sudah cukup bukti, tidak mengajukan bukti lagi.
Baca Juga:
Tragedi Tambang Ilegal, Kabag Ops Polres Solok Selatan Terancam Hukuman Mati
Sementara Serly Siahaan selaku termohon keberatan melalui kuasa hukumnya dari tim hukum Sekretariat Bersama Tolak Tambang, mengajukan tiga bukti tambahan.
Bukti tambahan pertama, surat Komnas Ham nomor: 373/AC-PMT/VI/2022, tanggal 15 Juni 2022, ditujukan kepada majelis hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara nomor: 38/G/KI/2022/PTUN-JTK, perihal pemberian pendapat Komnas Ham (Amicus Curiae) dalam perkara nomor: 38/G/KI/2022/PTUN-JTK, tentang permohonan keberatan tertangal 16 Februari 2022.
Bukti kedua, keterangan ahli Dr. Ahmad Redi, S.H, M.H, pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, Lektor Kepala di Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, tertanggal 14 Juni 2022.
Bukti ketiga, keterangan ahli Astrid Debora S.M, S.H, M.H, dengan judul “Status Kontrak Karya Dalam Rezim Keterbukaan Informasi Publik" tertanggal 14 Juni 2022.
Disebutkan Judianto Simanjuntak, sebagaimana surat Komnas Ham itu, Komnas Ham menyatakan bahwa Amicus Curiae Komnas Ham merupakan pemberian pendapat Ham kepada majelis hakim, namun bukan sebagai saksi ahli. Secara harfiah berarti sebagai teman pengadilan.
"Majelis hakim menyampaikan dalam persidangan bahwa majelis telah menerima surat dari Komnas Ham perihal pemberian pendapat dalam perkara ini," kata Judianto.
Adapun beberapa hal yang menjadi sorotan Komnas Ham, pertama, hak untuk tahu (right to know) atau hak untuk memperoleh informasi, menjadi salah satu hak fundamental yang dijamin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) khususnya pada pasal 19, bersamaan dengan hak untuk bebas memiliki dan mengeluarkan pendapat.
Kedua, hak memperoleh informasi merupakan hak konstitusional sebagaimana diatur dalam pasal 28 F UUD 1945 dimana setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta untuk memperoleh informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hal yang sama diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 dan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Ketiga, pembatasan memperoleh informasi harus dilakukan berdasar pada Undang-Undang sebagaimana tertera dalam pasal 29 Deklarasi Unversal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan pasal 19 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
Pembatasan tertentu hanya bisa dilakukan sesuai dengan hukum dan hanya sepanjang untuk menghormati hak atau nama baik orang lain, melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral masyarakat.
Keempat, permohonan informasi dan pengajuan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik di Komisi Informasi Publik yang dilakukan oleh Serly Siahaan, termohon keberatan, merupakan bagian dari implementasi hak memperoleh informasi sebagaimana dijamin dalam pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, guna menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (3) dan pasal 40 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Kelima, terdapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) berdasarkan perkembangan yurisprudensi terkait hak memperoleh informasi khususnya mengenai kontrak karya perusahaan yang juga telah diputus oleh Komisi Informasi Pusat (KIP), yakni putusan KIP RI Nomor No. 197/VI/KIP/PS-M-A/2011 tentang sengketa informasi publik yang diajukan Yayasan Pusat Pengembangan Informasi Publik.
Pada amar putusan tersebut, permohonan informasi berupa salinan Kontrak Karya Pemerintah RI dengan PT. Freeport Indonesia, PT. Kalimantan Timur Prima Coal, dan PT. Newmont Mining Cooperation dinyatakan sebagai informasi yang terbuka.
Keenam, putusan KIP Nomor: 197/VI/KIP/PS-M-A/2011 yang telah berkekuatan hukum tersebut dapat dijadikan majelis hakim sebagai bahan pertimbangan dalam putusan terhadap perkara ini.
Terakhir, pemenuhan hak memperoleh informasi bagi termohon keberatan dan kebebasan dalam memperoleh informasi telah tercermin dalam putusan Komisi Informasi Pusat nomor: 039/VIII/KIP-PS-A/2019, tanggal 20 Januari 2022.
Karena itu, dijelaskan Judianto, Komnas Ham mengharapkan majelis hakim memastikan warga Dairi selaku termohan keberatan mendapatkan keadilan sebagaimana telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Ham.
Sementara Muh. Jamil, rekan Judianto, menyatakan bahwa keterangan ahli Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H, pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Tarumanagara, sangat jelas menunjukkan bahwa Kontrak Karya merupakan informasi pulik yang wajib diberikan dan disediakan oleh pemerintah sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Hal itu sesuai dengan keterangan ahli tersebut dalam keterangan secara tertulis menyatakan bahwa perjanjian atau Kontrak Karya merupakan perjanjian berdimensi administrasi negara, sehingga tidak terlepas dari kedudukan pemerintah sebagai badan hukum publik.
Lebih lanjut ahli itu menyatakan bahwa Kontrak Karya (KK) hanyalah sebuah dokumen perjanjian yang mengatur hal-hal yang bersifat umum yang disepakati oleh para pihak.
KK merupakan informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan. KK bukanlah informasi yang dikecualikan sesuai UU Keterbukaan informasi Publik.
Sementara Nurleli Sihotang, yang juga kuasa hukum Serly Siahaan menyebutkan, ahli Astrid Debora S.M, S.H., M.H juga menyoroti tentang keberadaan Kontrak Karya (KK) yang wajib terbuka untuk publik.
Ahli dimaksud dalam keterangannya secara tertulis menyatakan bahwa, meskipun KK berisi perjanjian pemerintah dengan perusahaan, perjanjian tersebut tetap tunduk pada hukum publik.
Ini poin penting pembedaan kontrak biasa dengan KK. Jika kontrak biasa berlaku hukum privat secara penuh, maka untuk KK tidak demikian. Terhadap KK berlaku hukum publik bukan hukum privat, karena KK bukan kontrak atau perjanjian biasa.
Sementara Roy Marsen Simarmata yang juga kuasa hukum Serly Siahaan menjelaskan bahwa, berdasarkan bukti yang diajukan pada persidangan Kamis (16/6/2022), pendapat Komnas Ham, keterangan ahli Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H, dan Astrid Debora S.M, S.H., M.H, membuktikan bahwa Komisi Informasi Pusat beralasan dan berdasar memutuskan melalui putusan Nomor: 039/VIII/KIP-PSA/2019, tanggal 20 Januari 2022, bahwa Kontrak Karya Pertambangan PT. Dairi Prima Mineral (PT. DPM) merupakan dokumen terbuka.
Roy Marsen Simarmata mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dari kalangan masyarakat sipil dengan hadir secara langsung ke persidangan di PTUN Jakarta.
Kalangan itu diantaranya, Bersihkan Indonesia, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Komunitas Difable Jakarta, Mahasiswa Jakarta, Komunitas Pakpak, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Anak Rantau Dairi, dan individu lainnya.
Disebut, hal itu merupakan bentuk dukungan masyarakat sipil kepada rakyat Dairi untuk mendapatkan keadilan dari PTUN Jakarta, yang mengharapkan majelis hakim memberi keadilan kepada rakyat Dairi dengan menguatkan putusan KIP tersebut.
Ditambahkan, dalam persidangan itu, majelis hakim telah menetapkan agenda sidang berikutnya, pembacaan putusan, pada Selasa, 5 Juli 2022 pukul 11.00 secara electronic. [gbe]