KaringNews.id | Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo mengatakan paling tidak ada tiga dugaan tindak pidana yang ditemukan instansi tersebut dalam kasus kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin di Desa Raja Tengah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Pertama, dugaan tindak pidana menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo di Jakarta, Senin (31/1).
Baca Juga:
Bupati Langkat Jadi Tersangka Kasus Kerangkeng, Komnas HAM Apresiasi
Dugaan tindak pidana tersebut diduga dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang secara tidak sah. Artinya, pelaku tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan itu.
"Ini bisa kita sebut penyekapan," ujar Hasto.
Kedua, dari pendalaman yang dilakukan oleh LPSK secara langsung ke lokasi tersebut, lembaga itu menduga adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang.
Baca Juga:
Kasus Kerangkeng, Anak Eks Bupati Langkat Ditahan bersama 7 Tersangka Lain
Hal tersebut berkaitan dengan pendayagunaan orang-orang yang ada atau menghuni kerangkeng tersebut. Mereka diperkerjakan di kebun sawit yang diduga milik dari Bupati Langkat nonaktif.
LPSK juga menduga para korban diperkerjakan secara paksa dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Terakhir, LPSK menduga kerangkeng tersebut adalah panti rehabilitasi ilegal. Hal itu diperkuat pernyataan Badan Narkotika Nasional (BNN) setempat yang menyatakan tempat tersebut bukan panti rehabilitasi sah.
Ia mengatakan dari pemberitaan yang sudah tersebar luas, LPSK melihat kerangkeng itu tidak memenuhi standar pusat rehabilitasi atau penjara sekalipun.
"Sebagai contoh fasilitasi sanitasi sangat buruk," kata dia.
Apalagi, di tengah pandemi COVID-19 saat ini apakah dapat dikatakan layak sebuah ruangan diisi atau penuh sesak oleh penghuni di dalamnya.[zbr]