WahanaNews-Karing | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati 39 Rancangan Undang-Undang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Salah satunya RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, revisi UU ASN itu akan mulai dibahas Komisi II bersama pemerintah pada masa sidang mendatang. Atau tepatnya setelah masa reses berakhir pada 9 Januari 2023 mendatang.
Baca Juga:
Kalimantan Selatan Tuan Rumah, Ini Arti dan Makna Logo Resmi HPN 2025
"Pembahasannya pada masa sidang yang akan datang," kata Saan, kepada CNBC Indonesia, Jumat (16/12/2022).
Dikutip draf RUU ASN, terdapat sejumlah perubahan yang akan dilakukan pemerintah dan DPR terhadap aturan itu. Diantaranya penghapusan seluruh pasal Komisi ASN (KASN) mulai pasal 27 hingga pasal 41. Selain itu juga memberikan tambahan berupa fasilitas dan perlindungan bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) seperti di Pasal 22.
RUU ASN itu juga menyempilkan pasal tambahan, yaitu pasa 131 A yang akan menetapkan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 15 Januari 2014, wajib diangkat menjadi PNS.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
"Wajib diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memperhatikan batasan usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90," tulis draf RUU ASN.
Untuk proses pengangkatannya, tertera dalam Pasal 135A yang berbunyi pengangkatan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak menjadi PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131A ayat (1) dimulai enam bulan dan paling lama tiga tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
"Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pemerintah tidak diperbolehkan melakukan pengadaan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak," sebagaimana tertera dalam RUU ASN.
RUU itu turut menambah satu ayat dalam Pasal 87, yaitu ayat 5 yang berbunyi dalam hal perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan secara massal, diwajibkan berkonsultasi dulu ke DPR.
"Pemerintah sebelumnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR berdasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai," sebagaimana tertulis dalam draf RUU ini. [gbe]